Rabu, 10 Desember 2014

PENGGUNA JALAN ABAI, MAUT MENGINTAI

Hasil Operasi Zebra oleh Polda Metro Jaya, sebulan terakhir (26 Nov. s/d 9 Des.), menunjukkan masih banyak pengguna jalan di DKI Jakarta yang tidak disiplin. Meski nilai denda pemberian tilang bisa menyebabkan pelanggar jera, tetap diperlukan peningkatan kesadaran agar pengendara tertib demi kenyamanan dan keamanan bersama.

Riset Kompas.
Aturan-aturan lalu lintas dilanggar karena beragam alasan. Alasan yang paling sering disebut oleh responden jajak pendapat kali ini adalah keinginan untuk lebih cepat sampai di tujuan. Ketidakhadiran polisi lalu lintas di jalan raya juga acap kali dijadikan pembenaran terhadap ketidakpatuhan. Ada juga yang mengatakan tidak mematuhi rambu-rambu karena terpengaruh oleh pengendara yang lain.

Alasan-alasan ini bisa menjadi indikasi kurangnya disiplin karena rendahnya kesadaran para pengguna jalan di Jakarta.
Pelanggaran aturan yang dipandang sepele bisa berujung pada kecelakaan yang memakan korban jiwa dan kerugian materil. Berdasarkan data Polda Metro Jaya pada 2011, sebanyak 2.511 kasus kecelakaan karena pelanggaran lalu lintas. Dengan kata lain, setiap hari terjadi enam kasus kecelakaan di Ibu Kota dan sekitarnya akibat ketidakpatuhan terhadap rambu-rambu lalu lintas.

Awal 2014, seorang perempuan tewas jatuh dari jalan layang non-tol Kampung Melayu-Tanah Abang, karena suaminya nekat melawan arus lalu lintas di jalur itu. Ketika sang suami menghindari polisi yang berjaga di ujung jalan dengan melawan arus, sepeda motornya menabrak mobil dari arah yang berlawanan. Istri yang berada di boncengan pun terpental dan jatuh dari atas jalan layang.



Susah jera

Denda tilang Operasi Zebra saat ini cukup besar, berkisar Rp 250.000 hingga Rp 1 juta. Beberapa hari sebelum program ini diluncurkan, informasi sanksi ini sudah beredar lewat media sosial. Denda yang relatif besar ini dinilai lebih dari separuh responden bisa membuat jera para pelanggar aturan.

Salah satu responden, Nurhaya (44), menyatakan kapok melanggar karena harus membayar denda tilang yang besar. ”Saya enggak mau bayar segitu mahal. Nanti siang saya makan apa. Ini bawa saja STNK-nya,” kenang Nurhaya saat ditilang polisi karena tidak membawa SIM. Sekarang dia terus berusaha tidak melanggar aturan lalu lintas.

Namun, ada juga yang menganggap hukuman denda yang diberikan kurang memberikan efek jera. Lia (30) menceritakan pengalaman suaminya saat diberi tilang oleh polisi karena melewati jalur bus transjakarta. ”SIM suami saya diambil. Namun, dia memilih untuk membuat SIM baru daripada mengurusnya di kepolisian,” kata Lia.
Biaya pembuatan SIM sama dengan besaran denda menebus SIM di kepolisian mendorong suami Lia memilih membuat SIM baru. Pengalaman suami Lia menjadi contoh denda yang mahal tidak serta-merta membuat semua pelanggar jera.

Meskipun denda tilang yang mahal bisa menjadi alternatif alat untuk mendisiplinkan, upaya peningkatan kesadaran para pengendara agar lebih tertib demi kenyamanan bersama tetap diperlukan. Jika kesadaran terbentuk, potensi kecelakaan pun dapat diminimalkan.


Sumber: Kompas.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar